Photobucket

Thursday, April 21, 2011

Derasnya Hujan Fitnah Bagi Pertiwi


'Kami anak Indonesia, duhai om-om pejabat terhormat... Tapi masa' iya sih pas baru lahir, kami udah punya tanggungan utang dengan IMF... Pajak hasil keringat ayah kami kemana aja, yah om-om dan tante-tante...? @-@'


Derasnya Hujan Fitnah Bagi Pertiwi... Sampai kapankah tersibak kebenaran sejati itu, ya Robbi?

“Apa kabar pula, ummi dan keluarga? Kalau saya dan keluarga di tanah air saat ini sehat, Alhamdulillah. Kakak saya pun mulai membuka kembali usaha kecil kerajinan tangan, lumayan buat beli beras sehari-hari bagi keluarga mereka, tetap dido’ain yah, mi..”, salah satu kutipan email dari saudariku ketika kami saling bertanya kabar, bunda Rina, di kota yang terendam lumpur.

Berita solusi si lautan lumpur itu malah tenggelam digerus pemberitaan lain dunia politik di negeri kaya tersebut. Beberapa tahun lalu tatkala awal kejadian tenggelamnya perkampungan sang kakak, bunda Rina telah berbagi cerita bahwa sejak saat itu kakaknya mengalami sedikit rasa stress, ketika harus mengungsi ke rumah bunda Rina, keluarga kehilangan rumah, pabrik kecil hasil jerih payahnya, serta merasa kehilangan ‘masa depan’ karena tiga anak mereka harus ‘cuti sekolah’. Masih untung sang kakak memiliki adik dan saudara lain yang mendukungnya untuk tetap bersandar pada rahmat Allah ta’ala, membantu untuk bisa bangkit meski terseok-seok dengan kesusahan di sana-sini.

Teman lainnya yang terkena musibah lumpur banyak yang tak hanya terkena penyakit lahiriyah, bahkan terserang gangguan jiwa yang sangat parah, derita mereka tak dapat dituliskan atau diungkapkan dengan kata-kata. Lantas, siapa yang tak sakit hati jika mendengar berita “para tokoh juragan” minyak (yang disebut-sebut sebagai pihak penanggung-jawab terjadinya lumpur) malah sibuk merancang proyek baru, hiburan ‘tanah-disney’ buat refreshing misalnya? Juga sibuk menaikkan ‘citra kebaikan’ dengan acara-acara awards yang tak secuil pun menghadirkan bahasan tentang sang lautan lumpur itu lagi?

Dimanakah rasa peduli yang dahulunya menjadi ciri khas tanah pertiwi?


Satu dua pasangan rumah tangga terendus para pemburu berita, ada yang salah memilih jalan nafkah demi tanggung jawab isi perut keluarga, penipuan pun dilakukan. Serta pasangan lain mengaku tak punya dana untuk mengobati anak yang sakit, bahkan untuk membayar penerbitan surat nikah dan akta kelahiran anak pun mereka tak berdaya. Jika mau jujur, ratusan kasus seperti itu sudah ada sejak dulu, hanya saja tak diangkat media sebab tak ada kepentingan untuk pihak yang lagi populer, budaya pelicinan ‘jalan’ dalam rumitnya birokrasi dan urusan pelayanan publik serta maraknya pemberitaan “berdasarkan pesanan” adalah penyimpangan lain bagi ciri khas generasi di negeri berbudi-pekerti.
Naudzubillahi min zaliik...

Silakan lanjutkan baca di link Oase Iman-Eramuslim ini yah, :-)

Mohon maaf lahir batin jika saya lama membalas email antum-antunna semua, Syukron jazzakumulloh khoiru jazza, semoga Allah ta'ala selalu membimbing kita dalam sikap istiqomah di jalanNYA. Tetap saling do'a yah... salam ukhuwah dari Krakow, (^-^), Insya Allah kita senantiasa dicurahi rahmatNYA, cinta dan kasih sayang semesta...amiin ya Allah...

Monday, April 11, 2011

Hubungan Jarak Jauh

Assalamu'alaykumwrwb... (^-^)

inspiring pic : dear... langitnya sama, awan yang sama pula, indah... Namun tak seindah senyuman dan hati ini jika raga terpisah jauh---lintas negara... :-D

My dear, thanks for this flowers... very nice spring, also... time always run... sebentar lagi '9th' nih yah... Semoga Allah ta'ala senantiasa melimpahkan penjagaan terbaikNya, amiin ❤

Semoga artikel hikmah ini selalu membawa manfaat buat kita semua, :-) keep spirit, dan tetap istiqomah! amiin...

Bukannya mengompori untuk bertambah khawatir, namun tulisan ini bermaksud mengingatkan pada diri sendiri untuk senantiasa menjaga tim yang kompak, yaitu keluarga kita nan sakinah. Mencegah adalah selalu lebih baik dari pada mengobati, menjaga izzah keluarga selalu lebih baik dari pada memperbaiki segaris noktah.

Cerita tentang Pak Hasan, ikhwan yang sholeh, berkarir bagus namun tetap sederhana dan bersahaja, tapi harus nge-kos sendirian di Jakarta si kota macet. Istrinya punya karir lain di kota tetangga, sekitar 3 atau 4 jam dari Jakarta, sang istri bersama dua anak mereka selalu menjaga keceriaan keluarga, meskipun Pak Hasan hanya bisa berkumpul seminggu sekali atau kadang-kadang hanya tiga kali dalam sebulan.

Yang namanya hubungan jarak jauh, komunikasi yang terjalin pasti tak selengket saat berdekatan. Apalagi kalau masing-masing pihak teramat sibuk, yang kemudian frekuensi jadwal saling telpon atau ‘video-call-an’ juga berkurang. Itulah yang terjadi pada Pak Hasan dan sang istri. Yang selanjutnya dikarenakan meremehkan suasana mesra itulah, maka perlahan tapi berterusan, datanglah godaan demi godaan sebagai pengganggu keutuhan keluarga.

Godaan awal adalah dari anak kos si induk semang Pak Hasan, gadis yang rajin membantu membersihkan kamarnya itu sesekali melirik dan tersenyum kecil yang selanjutnya bersikap ‘menggoda iman’. Namun Pak Hasan berusaha terus menguatkan hatinya, ia pun makin berupaya memerangi godaan, setiap ada waktu cuti dan weekend, kalau dia tak bisa pulang ke kota keluarganya, maka sang istri dan anak-anak yang berlibur ke Jakarta.

Tapi namanya juga godaan, makin tinggi ranting berbunga, makin kencang angin menghembuskan sepoinya. Anak-anak kian berkembang, anak Pak Hasan makin sibuk, ada banyak kegiatan di akhir minggu. Juga istrinya, makin harus bijak mengatur pengeluaran rumah tangga, tidak bisa jor-joran mengeluarkan dana ke Jakarta melulu. Pak Hasan pun tak punya celah untuk pindah ke bagian lain di kantornya, misalnya jika pindah ke divisi lain, maka pindah ke kota keluarga. Begitu pun sang istri, dia merasa harus bertahan dengan kondisi sedemikian, istrinya tak dapat pindah kerja pula ke Jakarta, pun tak mau mengalah untuk resign sehingga berkumpul dengan suami.

Yah, setiap rumah tangga punya rahasia perusahaan masing-masing, punya prioritas tujuan masing-masing, maka punya jalan bahtera masing-masing, yang orang lain hanya dapat menjadi pengamat amatiran saja, melihat dari kejauhan tanpa perlu mencari detail urusan rahasia keluarga tersebut.

Suatu kali, Pak Hasan pindah kos-an, kemungkinan beliau menghindari godaan yang lebih dahsyat dari anak si empunya rumah tersebut...

Lanjutannya, baca langsung di link oase iman-Eramuslim ini donk yah... ;-)

Salam ukhuwah dari Krakow, barokalloh always... amiin ❤

Wednesday, April 6, 2011

Penyakit Itu Bernama Kehilangan Rasa Malu

pic : sudut penjualan lukisan 'sebebas-bebasnya' @Oldtown Krakow


Assalamu'alaykumwrwb...
Semoga hari ini tetap optimis berkarya! (^-*)

Sebentuk kekhawatiran yang amat sangat besar membuat saya tuliskan dalam artikel ini, semoga bermanfaat...

Bu Rahayu tampak bermuka kencang, istilahnya ngotot di hadapan orang-orang yang ber-tabayyun kepadanya, “Sumpah! Saya tidak bilang begitu, saya tidak seperti itu! Sumpah, Demi Tuhan!”, meluncurlah kalimat-kalimat lain yang bernada iba dan memohon agar ucapannya dipercaya. Bahkan menjual air mata palsu di hadapan manusia sekitarnya. Padahal, sosok-sosok di sekitarnya adalah orang-orang yang juga menyayanginya dan mempercayai ‘pihak lawan’ dari bu Rahayu atas kasus di hadapan mereka, sehingga mereka hanya meminta agar kejujuran mengakui perbuatan dilakukan oleh beliau, mengakui kekhilafan secara tenang dan bermaafan pastilah berbuah ketenangan jiwa. Jikalau sampai kini malah retak sebuah hubungan kekeluargaan, Bu Rahayu harus banyak bercermin, ulahnya sendiri yang menyebabkan hal itu terjadi.

Begitu pun sikap Tara, saat merasa aibnya terkuak lebar gara-gara banyak lalai menunaikan tugas yang diemban, juga sikap tak sopan pada orang tua, maka dengan pongah dan sibuk bagaikan jumpa-pers kemana-mana ia membela diri di hadapan rekan-rekan, pacar, dan komunitas pergaulannya. Begitu sigapnya ia bisa membalikkan fakta dengan memposisikan diri sebagai korban yang dizholimi dalam cerita versinya, padahal secara fakta, “si pihak berlawanan” adalah yang telah dizholimi Tara. Tali-tali kencang persaudaraan yang solid bisa langsung putus tercincang hanya gara-gara sudah kehilangan rasa malu sebagaimana sikap Tara tersebut.

Kenapa lisan, jemari dan perbuatan bisa bertolak-belakang dari kebenaran, padahal Allah ta’ala selalu mengawasi diri kita? Telah hilang rasa malu dari jiwa-jiwa kita ketika bisa membolak-balikkan yang benar menjadi salah, dan yang salah malah dibenarkan. Bahkan ketika sudah tersudut pun, bisa saja tetap mencari celah alasan demi pembenaran. Rasa malu kepada Allah ta’ala sudah terkalahkan, malah malu kepada manusia sekitar. Rasa takut kepadaNya bahkan telah hilang, malah lebih takut pada penjara dunia. Naudzubillahi minzaliik.


Sejalan dengan itu, Pak Bandit pun tak kalah hebohnya, di kantor dengan lincahnya mondar-mandir saja, ke cafĂ©, kantin, atau browsing yang tidak ada urusan dengan pekerjaan saat itu. Setumpukan tugas diserahkan pada teman lainnya dalam satu team, si X, si Y, dan si Z. Padahal teman-temannya yang baik hati itu selalu saling toleransi jika membantu pekerjaan kantor lainnya, terutama kalaulah salah satu teman memang punya urusan urgent lain, semisal ada anak atau istri yang sakit sehingga harus mondar-mandir ke rumah sakit, dsb. Namun Pak Bandit dengan cueknya malah ‘mengorbankan’ teman-temannya, tak jelas apa yang dia lakukan sementara yang lain memiliki kesibukan tugas yang luar biasa banyaknya. Kemudian saat laporan tugas kepada pak manajer, Pak Bandit malah mengatakan bahwa semua tugas yang dirampungkan adalah hasil pekerjaannya, lincah nian lidahnya ditambah senyum kebanggaan saat berbicara di ruang rapat, apalagi pada saat itu, teman lain satu teamnya sedang tidak ikut rapat dikarenakan telah mengatur jadwal pekerjaan lain yang harus cepat rampung, sungguh komplet sandiwara Pak Bandit, yang naik pangkat malah dirinya, pak manajer memujinya, aduhai… padahal yang memeras keringat dan air mata adalah teman-teman lainnya.

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.” (QS. Al-Baqarah [2] : 9)

Peristiwa sedemikian adalah amat sering kita temukan sehari-hari, di negeri manapun, di lokasi kantor atau perumahan, urusan dengan teman atau malah dengan saudara kandung.

Miris... Baca lanjutannya di link Oase Iman-Eramuslim kita ini yah....
Waspadalah... Semoga kita terjauh dari penyakit-penyakit hati dan badan, amiin ya Robbi...
Salam Ukhuwah, syukron wa jazzakumulloh khoiru jazza atas kunjungannya, :-) wassalamu'alaykumwrwb. ^-^ ❤