Photobucket

Monday, October 31, 2011

Cara Islam Adalah Cara Alami Dalam Mendidik Buah Hati


muslim kids, subhanalloh...


Segala puji bagi Allah ta’ala yang senantiasa melimpahkan penjagaan terbaik-Nya kepada kita, membimbing kita dalam menunaikan amanah-amanah sepanjang waktu, selalu mencurahkan kasih sayang setiap detik nan terlewati.

Buah hati yang merupakan permata dunia selalu dirindukan oleh semua orang tua di dunia. Bahkan di Eropa tatkala para wanitanya mengalami ketakutan melahirkan atau tidak ingin hamil serta melahirkan, tetaplah mereka merindukan buah hati, lantas jalan ‘pintas’ diambil, yaitu mengadopsi, yang mana anak yang diadopsi benar-benar secara sah (di mata hukum negeri tersebut) merupakan anak ‘hak milik’ keluarga yang mengadopsinya, tak boleh diganggu gugat oleh orang tua kandung si anak sampai kapan pun. Meskipun di mata Allah SWT, hal itu tidak sah, yah karena sifat ‘mau enaknya doang’ adalah sifat kebanyakan manusia, maka budaya adopsi masih terus terjadi.

Padahal anak-anak yang ‘merasa dimiliki’ tersebut, biasanya diletakkan di tempat penitipan bayi jika kedua orang tua bekerja. Sedari kanak-kanak, diarahkan untuk memiliki beragam atraksi dan ragam keahlian yang gunanya untuk ‘membanggakan orang tua’.

Dalam momen “Friday Nasiha”, brother Abdul Wahid Hamid mengingatkan kaum ibu sholihat agar tidak terwarnai budaya ‘trend-trend-an’ ketika mendidik anak. Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam telah menjadi teladan sepanjang zaman, termasuk cara bersikap yang dicontohkan beliau dalam mendidik anak-anak. Cara islam merupakan cara alami, dan tetap yang terbaik.

Dalam tarbiyyah anak-anak, “Duhai ibu dan bapak, kita harus ingat bahwa anak-anak sering belajar dari contoh. Perilaku yang tepat dan contoh dari orang tua sangat penting dalam membesarkan anak-anak”. Orang tua yang mengharapkan anak-anak mereka untuk berdisiplin dan bekerja keras, yang harus terlebih dahulu disiplin & bekerja keras adalah sang orang tua. Orang tua yang mengharapkan anak-anak mereka untuk jujur, maka kita sebagai orang tua berupaya menerapkan kejujuran diri dan memperhatikan pengaruh pertemanan yang terbiasa jujur.

Dulu saya pernah mencetuskan omongan, “Saya ingin anakku ini cerdas dan nantinya khatam al-qur’an…” Lantas adik juniorku masa kuliah pun mengingatkan, “Naaah, Ummi… Kalau mau anaknya khatam qur’an, ayah ibunya juga khatam qur’an duluan donk…hehehehe”, Subhanalloh, benar juga, alangkah egoisnya diri ini kalau mau ‘nitipin anak’ ke pesantren demi khatam qur’an, tapi ayah ibunya masih punya hafalan qur’an yang itu-itu saja. Astaghfirulloh…

... lanjutannya seperti biasa disini yah : Link Oase Iman-Eramuslim, :-)

Di tengah hiruk pikuknya ragam metode pendidikan anak, tarbiyyah yang tepat adalah bahwa anak-anak harus selalu mencintai Islam, cinta kepada Allah ta’ala dan Nabi-Nya (sallallahu ‘alayhi wasallam) dan bahwa mereka dapat mengembangkan rasa bangga menjadi Muslim dan kemauan untuk berjuang, sebab hidup merupakan jalan perjuangan.


Blog ini sedang jarang di-update sebab Saya memang harus mengenyampingkannya akibat tambahan jadwal harian lainnya. Syukron jazzakumulloh khoiru jazza atas email, sms, serta kunjungan online ini dan untaian do'a kalian selalu... Selamat berjuang! Barokalloh...
Salam ukhuwah dari Krakow... (^-^)

Tuesday, October 11, 2011

10 “Limbah” Diri


Assalamu'alaykumwrwb...

Sebagai pengingat diri yang banyak khilaf ini, saya ambil artikel muhasabah dari Oase Iman-Eramuslim link ini, :-)

Segala puji bagi Allah ta’ala, Rabb seru sekalian alam. Shalawat serta salam tercurah kepada baginda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, para sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, lebih populer berupa limbah padat, disebut sampah. Selain mengingatkan tentang memahat rasa malu dalam jiwa serta senantiasa cinta kepada Allah ta’ala sebagai ‘tameng’ untuk menjaga diri agar terhindar dari maksiat, Ibnul Qayyim Al-Jawziyyah menasehati murid-muridnya untuk menghindari “Limbah diri”.

Berdasarkan pelajaran dari Ibnu Qayyim al-Jawziyyah itu, ada sepuluh hal yang terbuang alias menjadi limbah dari sosok-sosok hamba-Nya yang lemah, sebagaimana diri pribadi kita, yaitu:

1. Pengetahuan, Terbuang percuma ketika hanya sebatas ‘tahu’, tidak memperdalam agar menjadi lebih paham, tidak pula bertindak, tidak mengamalkan pengetahuan tersebut, bahkan tidak peduli pada orang lain yang belum berpengetahuan.

2. Amalan kita, Ternyata bisa ‘terbuang’ jika dilakukan dengan ‘harap-harap pamrih’ alias tidak tulus ikhlas.

3. Harta Kekayaan, memang sudah pasti ‘terbuang’, tak dapat dibawa mati. Namun bila uang, status kedudukan dan memiliki kekuasaan lalu dipergunakan untuk kemuliaan Islam dan ummat, dibelanjakan dengan penuh manfaat, dan beragam ‘tabungan akhirat’, insya Allah akan ‘bebas limbah’, yang didapat adalah perbekalan buat kehidupan akhirat.

4. Hati, hati kita terbuang karena kosong, menjadi limbah ketika jauh dari kasih sayang Allah ta’ala. Seharusnya perasaan kerinduan untuk senantiasa pergi kepada-Nya, berada di jalan-Nya dan perasaan damai serta kepuasan, penuh kesyukuran atas segala peristiwa skenario-Nya. Astaghfirrulloh, hati kita dipenuhi kebimbangan, kerinduan dengan sesuatu atau orang lain.

5. Tubuh ini, jasad terbuang sebelum ‘benar-benar terkubur’ karena kita tidak menggunakannya untuk beribadah, padahal semua aktivitas si tubuh harus diniatkan karena-Nya, sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.

6. Cinta, jangan sembarang melukiskan maknanya, cinta emosional kita seringnya salah arah dan menjadi limbah, bukan cinta kepada Allah SWT, tetapi cinta terhadap sesuatu, impian nan berlebihan atau kepada orang lain. Padahal duhai diri, seharusnya cinta kepada-Mu selalu diutamakan, cinta kepada hal lain hanyalah nomor urut sekian dan sekian, sebagai sarana meningkatkan kualitas kecintaan kepada Sang Maha Cinta.

7. Waktu, ia termahal, dan paling sering terbuang, tidak digunakan dengan benar, lalu berteriak, “Oh, bagaimana ini? Adakah kompensasi untuk penggantian waktu itu?
Bagaimana mengulang yang telah berlalu?”. Duhai diri, tiada hal yang bisa mengulangi waktu—detik terus berdetak, mari jalankan amanah, dengan melakukan apa yang benar, memperbaiki diri terus-menerus untuk menebus perbuatan masa lalu, kelamnya hal buruk semoga tak terulang.

8. Akal kita, bisa jadi tiada guna alias terbuang pada hal-hal yang tidak bermanfaat, yang merugikan masyarakat dan individu, mencomot harta rakyat ketika ‘berkolusi dan memperkuat sindikat’, bukan mengasah kecerdasan agar membawa manfaat untuk izzah ummat, bukan menjadikannya sebagai sumber renungan dan peningkatan kualitas diri.

9. Pelayanan atau service, terbuang percuma ketika kita melayani keluarga, teman-teman, kerabat, dan sesama manusia namun ternyata hal tersebut tidak membawa kita makin dekat dengan Allah, atau hanya manfaat dunia ‘yang diimpikan’, padahal kita adalah ‘pelayan’ Allah, hamba-Nya, yang keseluruhan jiwa raga ini adalah milik-Nya. Seringkali kita lupa, merasa ‘sok hebat’ dengan memerintahkan Allah untuk selalu mengabulkan apa-apa yang kita mau, Allah limpahkan segala anugerah-Nya dari sejak kita berada dalam kandungan bunda, kalau banyak kesulitan ‘mengadu dan bersimpuh’ untuk minta dimudahkan-Nya, sedangkan kalau sedang gembira, bersuka cita dalam gelimang tawa tanpa mengingat-Nya, dan kita makin besar kepala, Astaghfirrullohal’adzim…

10. Dzikir, yang kita ‘dzikir’-kan itu terbuang kalau bukan dzikrulloh, karena tidak mempengaruhi kita, tak ada efek buat jiwa kita. Padahal seharusnya tatkala melihat kebesaran-Nya, memandang semua sudut alam-Nya, merasakan angin sejuk dan mentari nan hangat, dan mempergunakan indera lainnya, saat itu selalu ada dzikrulloh, dzikir kepada Sang Maha Kuasa tentu menentramkan jiwa, membuahkan kedamaian.
"Allah mempersiapkan pengampunan dosa dan ganjaran yang mulia bagi kaum muslimin dan muslimat yang berdzikir." (QS. Al-Ahzab [33] : 35)


Ampuni kami Ya Allah, kami tentunya tak ingin membawa limbah saat hari perhitungan kelak, bimbinglah diri ini Duhai Ilahi, hanya kepada-Mu kami memohon ampunan, dan perlindungan sepanjang masa.

Tatkala Allah ta’ala mengingatkan kita pada ayat-Nya,

(Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji." (QS. Ali-‘Imran [3] : 8-9)


Semoga kita dapat membenahi diri agar bekal buat akhirat senantiasa bersih dari limbah diri, saya ungkapkan pada diri sendiri, “tetaplah optimis sesulit apapun tugas yang dijalani, karena upah-Nya adalah cinta…”, wallahu’alam bisshowab.


Salam ukhuwah dan maaf lahir batin :-)

Friday, October 7, 2011

Zuhud-today, 4 months!




Alhamdulillah...
hari ini Baby Yazzuhud 4 bulan,
udah bisa merayap maju, sebab di usia hampir 3 bulan--ia bisa bolak-balik tengkurap,
sekarang sudah bisa 'ngamuk kencang' kalau gak diajak na spacer (na spacer itu jalan-jalan, kebiasaan disini, bayi harus diajak na spacer pagi dan sore supaya menghirup udara segar, euy...)

Alhamdulillah... tetap sehat-sehat yah mujahid kecilku, semoga Allah ta'ala membimbingmu slalu... (amiin ^-^ )

Wednesday, October 5, 2011

Dunia Begitu Menggoda




Masih ingat sepak terjang MD yang membobol dana nasabah bank? Ternyata, MD yang lain sebenarnya banyak lho, hanya saja korupsinya ‘secuil-an’ doang, dan bank tempat bekerja biasanya ‘menutupi aib karyawan’, jadi berita tentang mereka tidak sampai diumbar-umbar melulu oleh media.

Apalagi masalah akan membesar jika terkait merosotnya ‘kepercayaan publik’ terhadap bank tersebut. Di antara MD lain itu adalah O’on dan O’ot, dua teman lama semasa sekolah dari seorang teman dekatku.

O’on tadinya merupakan wanita karir yang cukup baik, bisa mengatur waktunya dengan bagus, waktu bersama keluarga dan waktu kerja di bank (yang jauh dari rumah) meskipun cukup melelahkan. Ia merintis jenjang karir itu dari bawah usai lulus sarjana ekonomi di perguruan tinggi yang keren.

Tatkala bersuami adalah “awal kehancuran” O’on, padahal seharusnya menjadi momen bahagia. Diawali prilaku ‘glamour dan bermewah-mewahan’ mengatur resepsi pernikahan mereka, tabungan ludes ditambah utang yang besar lantaran dana yang dipakai menjulang tinggi nominalnya, hampir 1 M rupiah. O’on dan suaminya memang amat mengejar popularitas, sehingga kalkulasi dana menjadi ‘error’ perhitungannya.


Setiap bulan, gajian selalu dipotong buat membayar utang tersebut sekaligus bunganya, padahal level di kantor tidak terlalu tinggi, sisa gaji hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Akibatnya, budaya ‘gali lobang-tutup lobang’ pun dilakoni, pinjam sana-sini, demi tercukupinya segala kebutuhan sehari-hari.

Temanku yang cukup dekat dengan O’on pun ‘ikut menguatkan’, mengirimi beberapa ratus ribu perak jika O’on benar-benar buntu. Sampai memiliki dua anak, situasi rumah tangga tak berubah, aneh, inilah penampakan manusia yang tidak belajar dari pengalaman sehari-hari.

Sungguh tragis, ketika kehamilan kedua, sang suami malah dipecat, pesangonnya pun masih belum cukup buat melunasi utang. O’on terbilang masih beruntung, karirnya menanjak, sedikit demi sedikit, utang mereka bisa berkurang. Tapi kondisi itu tak lama, dunia begitu menggoda baginya, apalagi ketika ia bertemu sobat lamanya, si O’ot. Keduanya jadi akrab kembali di tengah keramaian ibu kota, jalan ke mal barengan, menikmati hiburan di malam hari, mengejar ‘sale-sale’ di berbagai plaza, dll, sedangkan anak-anak diasuh oleh neneknya.

Lanjutannya tetap seru dibaca di Oase Iman-Eramuslim berikut yah :-)

Beli kornet + beli kedondong, biar pun jarang up-date + tetap dido'ain dong
(^-^)

Barokalloh, salam ukhuwah!