Photobucket

Wednesday, November 23, 2011

Akhirnya “Ketahuan” (2)




Lanjutan yang kemarin, lho, friends...

Tak peduli setinggi apa nilai akademik yang telah diraih, sebanyak apa pun bintang penghargaan yang tertempel di badan, seberapa kali pun berhaji, umroh dan berkurban, sepanjang apa pun gelar sarjana, master dan professor pun, kita tetap manusia yang merupakan hamba-Nya nan lemah. Tanpa iman, kita terhina, tiada arah tujuan hidup. Tanpa saling menasehati, hati hampa dan amat mudah terjerumus ke lembah neraka.

Silakan baca di link Oase Iman-Eramuslim ini yah :-)

Semoga kita terjauh dari hal sedemikian, amiin...

Semua kita bisa lupa, bisa lalai, kejadian seperti mereka bisa saja menimpa semua insan. Namun, tentunya kita harus optimis, harus mengokohkan kekuatan hati bahwa Allah ta’ala senantiasa melimpahkan perlindungan terbaik-Nya. Hamba-Nya yang terbaik bukanlah yang tiada berdosa, bukan yang tidak pernah salah, melainkan hamba yang senantiasa bertaubat. Semoga kita merupakan golongan hamba-Nya yang selalu bertaubat, yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran, aamiiin, yaa Robbi.

Dan menapaki hari harus tetap bersabar, banyak ujian, godaan, silih berganti celaan, dan juga hiburan. Semua itu dapat kita lalui dengan kesabaran. Allah SWT memang selalu mengingatkan kita untuk bersabar, “Dan bersabarlah dirimu untuk selalu bersama orang-orang yang menyeru kepada Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (Karena) mengharap perhiasan dunia...” (QS. Al-Kahfi [18] : 28)

Wallahu’alam bisshowab.


Salam Ukhuwah (^-^)

Tuesday, November 22, 2011

Akhirnya “Ketahuan” (1)


Di sebuah desa, sudut pulau Jawa, daerah asal salah seorang temanku, ada sebuah aturan yang disepakati para penduduknya, dipatuhi bagaikan Undang-Undang resmi, yaitu “Jika ada masyarakat desa tersebut yang berzina, harus bayar denda sekian, dan sekian”, jumlahnya tergantung ‘pengadilan masyarakat tersebut’. Dan hasil denda itu akan dipergunakan untuk merenovasi segala fasilitas publik di desa itu, misalkan untuk membangun jembatan, merenovasi sistem irigasi, dan lain-lain.

Banyak cerita pilu di desa itu, terutama efek dari penilaian harta benda memang masih dijadikan indikator kesuksesan seseorang, maka segala cara dihalalkan demi memperoleh nominal rupiah sebanyak-banyaknya.

Salah satu kisah Pak Fulan, dia menjadi karyawan sebuah perusahaan yang kantor pusatnya di Jakarta, Istrinya yang masih belum hamil sejak pernikahan mereka menginjak tahun ke-3, akhirnya sering ditinggal oleh Pak Fulan saat dia harus banyak dinas di Jakarta.

Karena sang Istri (meskipun tak ikut ke tempat tugas) ‘dititipkan’ ke saudara-saudara Pak Fulan yang memang ‘wong kampung asli’, Pak Fulan merasa hubungan mereka aman-tentram saja. Meskipun beberapa bulan sejak ia dinas di Jakarta, banyak tetangga berdesas-desus bahwa sang Istri berselingkuh dengan salah satu ketua RT—mereka, yang mana tentunya miris, sebab ketua RT itu kan juga merupakan salah satu orang yang disegani di desa itu, sekaligus salah satu pembuat Undang-Undang unik mereka.

Setiap pulang kampung, Istrinya tetap bersikap manis, keluarga Pak Fulan pun ‘percaya-gak percaya’, belum bisa membuktikan desas-desus yang beredar, khawatir malah jadi fitnah, maka kabar perselingkuhan itu diabaikan saja.

Suatu hari, Pak Fulan ‘mudiknya’ dadakan. Malam minggu, ia tiba di rumah. Dengan sisa kantuk, Istrinya menyiapkan teh panas, lalu sang Istri tidur kembali. Pak Fulan sholat Isya’ usai menghabiskan minumannya, kemudian ia tidur di atas tikar, di samping ranjang Istrinya. Semua lampu dimatikan, hemat energi.

Malam itu, seseorang mengendap-endap ke arah rumah Pak Fulan, tampaknya orang itu sudah terbiasa melihat dalam gelap. Orang itu membuka pintu rumah yang memang ia punyai kunci serepnya! Ketika orang itu masuk kamar Pak Fulan, kakinya terinjak tubuh Pak Fulan yang terbaring di atas tikar. Adegan jadi seru. Otomatis Pak Fulan menjerit, orang itu pun jejeritan, “Awwwww!”. “Siapa itu, maling?!” Secepatnya Pak Fulan menghidupkan lampu, dan orang itu lari terbirit-birit. Sekejap saja Pak Fulan sudah melihat wajahnya meskipun tak mengejar orang tersebut.

Si Istri terbangun dengan mimik wajah malu, tampaknya ‘malu’ yang terlambat, wajahnya penuh penyesalan, ia menangisi perselingkuhan yang selama ini terjadi, Pak Fulan tak menyangka, ternyata desas-desus itu tak hanya kabar angin, Pak RT—alias tetangga dekatnya memang sudah terbiasa memasuki kamar Istrinya, bahkan hanya berkain sarung, sungguh keluarga Pak Fulan berduka, bagaikan dilanda ombak tsunami.


Hffffiuh, Astaghfirrulloh, smoga kita terjauh dari hal seperti kisah pasangan tersebut, amiin... Lanjutkan bacanya di link Oase Iman Eramuslim, seperti biasa :-)

Semoga selalu bersyukur, Salam Ukhuwah!