Photobucket

Wednesday, December 22, 2010

Manusia Cermat Berencana Dan Allah Memiliki Skenario Terhebat


"terima kasih atas didikanMU, Ya Robb..."


Ingatanku melayang pada peristiwa beberapa tahun silam, kala semakin lancar rezeki yang dilimpahiNya, semakin mudah menapaki tangga demi tangga cita-cita, semakin pandai menyelesaikan benang-benang kusut problema sehari-hari, ternyata bisa membuat hati memiliki celah untuk sombong.

Pernahkah kalian merasakan itu ? Saat prestasi terus menanjak, lalu memandang dengan mudah segala kejadian, "nanti mudah...gampang, setelah ini... Saya akan begini, lalu kesini... lalu begini... seterusnya... dan begini... I did it!", Astaghfirrulloh...

Kita sering terlupa bahwa menit berikutnya belum tentu sesuai dengan apa yang kita perkirakan, seteliti atau secermat apapun kita membuat perencanaan, jadwal dan program yang matang ternyata bisa berubah drastis, sebab Dia-lah Sang Maha Pengatur, Maha menetapkan skenario terindah untuk seluruh makhlukNya.

Suatu hari di sudut Jakarta, biasanya daerah ini tidak pernah banjir, aman dan nyaman, becek-becek pun jarang. Dan pagi itu setelah suami berangkat ke kantor, Saya dan si sulung beres-beres rumah seraya memasak. Seusai sarapan bersama, kami mandi, rapi-rapi, membuat kue, menata kamar, dan menelepon taksi, bersiap menyambut kedatangan keluarga dari provinsi lain.

Kami akan menjemput kakak dan adikku di bandara yang akan 'temu kangen' dan menghabiskan liburan bersama. Sudah kubuat sedemikian rupa 'jadwal jalan-jalan' sejak hari itu, esoknya dan beberapa hari ke depan. Memang merancang jadwal seperti itu sudah jadi kebiasaanku sejak duduk di bangku SD, hal ini menghindari efek sifat pelupa sebagai manusia biasa.

Lima menit berlalu saat Saya menanti taksi di teras, tiba-tiba hujan deras diiringi petir. Supir taksi menelepon, "Saya masih di daerah anu, bu...macet, masih lima belas menit lagi, maaf bu..." Saya pun masuk kembali ke dalam rumah, menutup pintu dan menguncinya. Namun kali ini, hujan itu terasa lain, nurani berkata begitu.

Saking derasnya, sepuluh menit saja, jalanan komplek sudah banjir. Dan tiba-tiba si sulung menjerit-jerit, "ummiiii, ada kecoak banyak... wuaaaargh!", kulihat sudah banyak lipas di sudut pintu samping rumah, dan lima menit berikutnya sulungku lompat ke atas sofa kecilnya, ada air bah tiba-tiba masuk dengan derasnya dari celah bawah pintu.

Innalillahi wa innailahi rojiuun, menit berikutnya suasana rumah langsung berubah, yang tadinya cantik, apik, tertata, langsung ibarat kapal pecah.

Seraya menggendong buah hati, kuselamatkan benda-benda yang ada di lantai, dan kebanyakan benda sudah berayun-ayun bagaikan kapal-kapal kecil mainan anakku. Ooooh, hari itu adalah hari yang berat.

Saya telepon ke kantor suami, kuuraikan cerita air bah itu, tentunya dengan air mata tak terbendung, ditemani jerit ketakutan sulungku yang baru berusia dua setengah tahun. Suamiku segera pulang, sementara itu para tetangga datang. Tetanggaku bercerita bahwa ada pipa yang lupa ditutup di parit ujung rumah, termasuk saluran pipa ke dalam rumahku sehingga meluncur deraslah air itu.

Ibu Rukun Tetangga juga memberi info bahwa pihak RW lengah, lupa mengeruk aliran sungai, sehingga obrolan menjadi ramai, merunut-runut tentang iuran warga yang sudah diserahkan setiap tahun untuk mendanai pengerukan aliran sungai dan parit-parit. Saya tak dapat konsentrasi mendengarkan obrolan mereka.

Saya sibuk dengan kemelut pikiran bahwa saudaraku menunggu jemputan di bandara, kasihan mereka saat tiba di rumah malah nantinya harus membantu membersihkan rumah.
Seterusnya baca di link eramuslim ini yah... :-), juga lanjutannya di link eramuslim yang ini.

Salam Ukhuwah selalu dari Krakow! (^-^)

1 comment:

aisyah said...

terima kasih, ukhti