Photobucket

Tuesday, November 6, 2012

Surga di bawah telapak kaki ibu? (yakin, bu?!)

Assalamu'alaykumwrwb...

Ingin lebih memahami makna kalimat yang dihembuskan kembali oleh seorang teman : "Surga di bawah telapak kaki (semua) ibu", maka diriku mencoba mencari makna lebih dalam akan hal itu, sebab menurut dosenku dulu, kalimat itu bukan hadits, jadi kalau kita mau menyebutkan kalimat itu, kita harus bilang bahwa kalimat tsb adalah kata-kata mutiara, biasa.

Telah begitu populer hadits yang berbunyi:

اَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ، مَنْ شِئْنَ أَدْخَلْنَ وَ مَنْ شِئْنَ أَخْرَجْنَ



"Surga itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan". (Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îfah, no. 593)

Maka hadits dengan lafazh di atas adalah PALSU. Dan ada juga yang lemah. (lihat: Dha’îf al-Jâmi’ ash-Shaghîr, no. 2666)

Jika lafazhnya seperti itu maka ini adalah ucapan manusia semata (bukan hadits) Hadits ini hadits maudhu’ (palsu). Telah diriwayarkan oleh Ibnu Adi (I/325) dan juga oleh al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa dengan sanad dari Musa bin Muhammad bin Atha’, dari Abul Malih, dari Maimun, dari Abdullah Ibnu Abbas radhiallahu’anhu... Kemudian al-Uqaili mengatakan bahwa hadits ini munkar. Bagian pertama dari riwayat tersebut mempunyai sanad lain, namun mayoritas rijal sanadnya majhul.





LAFAZH LAIN BERDERAJAT HASAN

Perlu diketahui, ada riwayat lain yang semakna dengan hadits di atas dengan lafazh yang berbeda yang berderajat hasan. Yang mana secara maknanya menunjukkan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Berikut bunyi hadits tersebut:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ، وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيْرُكَ. فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.”


Syaikh al-Albani berkomentar: “Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya Hasan insyaAllah. Dan telah dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh al-Mundziri, jilid 3, hlm. 214.” (as-Silsilah adh-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, pada penjelasan hadits no. 593)[3]

Dan ada hadits lain yang lafazhnya berbeda dengan yang di atas...

UCAPAN ULAMA SEPUTAR HADITS DI ATAS

Ketika mensyarah hadits ini, Imam Ali al-Qari rah mengatakan: ”Maksudnya yaitu senantiasalah (engkau) dalam melayani dan memperhatikan urusannya”. (Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, jilid 4, hlm. 676)

Ath-Thibi mengatakan: ”Sabda beliau: ”…pada kakinya…”, adalah kinayah dari puncak ketundukan dan kerendahan diri, sebagaimana firman Allah ta’ala :

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…”. (Ibid, (IV/677).


Sedangkan as-Sindi mengatakan: ”Bagianmu dari surga itu tidak dapat sampai kepadamu kecuali dengan keridhaannya, dimana seakan-akan seorang anak itu milik ibunya, sedangkan ibunya adalah tonggak baginya. Bagian dari surga untuk orang tersebut tidak sampai kepadanya kecuali dari arah ibunya tersebut. Hal itu karena sesungguhnya segala sesuatu apabila keadaannya berada di bawah kaki seseorang, maka sungguh ia menguasainya dimana ia tidak dapat sampai kepada yang lain kecuali dari arahnya. Allahu a’lam. (Hasyiyah Sunan An-Nasa-i, karya as-Sindi, jilid 6, hlm. 11, dalam nuskhah yang dicetak bersama Zuhr ar-Rabaa ’Ala al-Mujtabaa, karya as-Suyuti)

Ibu... duhai ibu, beberapa tahun lalu saya pernah membaca artikel seorang bapak di oase iman eramuslim, beliau membahas "wanita yang ibu", dalam arti ternyata tidak semua wanita benar-benar berhati mulia sebagai ibu!

Senada dengan artikel tsb, saya pun beberapa kali berhadapan dengan pertanyaan "Ibu, benarkah surga di telapak kaki ibu? Maksudnya apa yah?".

Bagi ibu-ibu yang "ke-Ge-Eran" luar biasa sumringahnya, 'hadits palsu itu dipakai sebagai senjata untuk memerintahkan segala hal agar anaknya patuh', semisal ketika seorang teman yang "manut masuk jurusan akuntansi" demi kemauan ibunya, padahal dia mau kuliah di jurusan bahasa. :-D (ah, itu episode masa lalu, ciiin :-P), teman lain pun sama, sobatku itu ingin sekali masuk Sastra Inggris, ibunya 'tidak ridho', dia harus melanjutkan fokus kuliah di urusan keperawatan.

Ada lagi yang lebih parah dari itu, (dan jangan tanya detail tentangnya, duhai teman... karena dia adalah nara sumber yang dekat dgn saya, namun tentu saya tak akan mengurai aib dan celanya disini:-), pasti bisa berubah suatu hari nanti, do'akan saja...) dia seorang ibu yang nyata-nyata menyuruh anaknya untuk berzina! Dan hal itu ternyata karena dia sendiri adalah pezina! Bahkan teman si ibu ini (yang telah lama menjanda dan tak akur dengan eks-suami) terhadap anak lelakinya berkata, "Langkahi dulu mayatku atau setor 1 Milyar rupiah kalau kau mau menikah! Karena aku capek menghidupimu dan kamu harus ikutan tes di departemen X itu (menyebutkan departemen -tes-tes PNS-an lah, sejenis itu) supaya bisa ngasih ibumu ini duit! Surga di kaki ibu tau!", waktu itu, anaknya tersebut (group-mate saya) ingin menikah di usia 25 tahun, tetapi si ibu menyuruh anaknya untuk "lulus PNS dulu", dan ada alasan lainnya tentang calon pilihan si anak. (Apa kabar temanku itu? :-) Semoga ia selalu sukses dan bahagia, lama tak bersua di email atau blog kita).

Masih ada yang lebih parah dari ibu si teman, yaitu ibu-ibu penjual kehormatan anak kandungnya sendiri, anak dijual demi sepintil duit! Naudzubillah.... (100x)



Ibu adalah Madrasah pertama, bukan cuma 'tukang melahirkan', ibu adalah pendidik generasi. Sedari masa hamil, bayi di kandungan sang ibu sudah dididik untuk 'menikmati proses' tumbuh kembang selama 9 bulan lebih, di rahim yang sempit. Selanjutnya, ketika menyusui (predikat ibu menyusui amatlah besar peranannya dalam hidup seseorang), air susu yang lancar deras karena kurniaan Ilahi itu merupakan bukti cinta kasih seorang ibu, 'tidak instant' derasnya si ASI, ibu harus rela mengorbankan waktu, tenaga, (juga dana belanja dll :-D) agar ASI selalu berkualitas. Zaman sekarang, terutama di Eropa, pertanyaan yang paling banyak dari ibu menyusui (pas kutanya di bidanku) adalah : "Berapa gelas bir yang masih boleh diminum setiap hari?! Dan bagaimana dengan smoking, berapa batang yang diperbolehkan?!" (hohoho, gondok rasanya kan?!) :-D

Jangan gondok sih, "Amalmu yah amalmu... amalku adalah rahasiaku dengan Tuhanku. :-)"

Back to topic, ibu-ibu sholihat, benarkah (Semua) ibu 'berasa' ada surga di kakinya? (eh, koq malah berubah jadi kalimat pasif...:-P), langsung saja dah,say...

Bahwa betapa tingginya kemuliaan sang ibu hingga nabi SAW waktu itu menjawab pertanyaan sang anak muda (riwayat yang di keluarkan oleh Imam Nasa’i dan Thabrani dengan sanad hasan, yaitu kisah seseorang yang datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertanya, Adakah engkau masih mempunyai ibu? Orang itu menjawab, Ya, masih. Beliaupun kemudian bersabda...),

Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya (*)

Referensi Hadits ke 593 dari kitab Silsilatu Ahaaditsu Ad-Dhaifah wal Maudhuah wa Atsarus Sayyi fil Ummah karya Syaikh Al-Bany, edisi terjemahan, Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu jilid-2, cetakan Gema Insani Press

(*) Nabi mempertimbangkan anak tersebut untuk ikut berjihad karena belum dewasa.

Nah, "bagaimana ibu menyikapi kemuliaan yang disebut-sebut telah 'melekat' pada dirinya?!"

Yang memuliakan ibu adalah Allah SWT dan rasul-Nya SAW, maka tentu saja reaksi yang paling pantas sebagai ibu 'yang mengarahkan tapak-tapak aktivitas menuju surga' adalah Jadilah ibu yang dekat kepada Allah SWT, patuh dan taat kepada perintah-perintahNya yang telah jelas dalam qur'an dan sunnah.

Kalau ibu ternyata merupakan senior pel*cur, pecinta zina, atau penjual narkoba yang merusakkan generasi, mata dan hatinya penuh dengan garis-garis nominal mata uang alias materialistis kayak dunia ini (bagi dia) memang tujuan senyaman-nyamannya hidup, dan sejenisnya, apalagi memaksa anaknya untuk "menjalani karir yg sama sedemikian", maka anak-anaknya WAJIB menolak secara halus dan memohon perlindungan kepada Allah ta'ala atas efek buruk dari ibunya, tetaplah mendo'akan sang ibu (agar terbuka hatinya untuk bertaubat, tentu saja, aamiin....), dan kian memperbaiki diri agar kelak ketika berada di posisi orang tua (saat menjadi ibu atau ayah) menjadi lebih empati dengan situasi dan kondisi yang dihadapi anak-anak selanjutnya.

Btw, Pernah melihat seorang ibu mencubit anaknya supaya nangis dan mau meminta uang jajan kepada orang-orang di sekitarnya? (saya pernah menengok kejadian itu di pasar rawa mangun Jakarta, dulu, 7 thn lalu...:-P)

Ibu... oh ibu, ibu macam apakah diriku?

Ketika harapkan anak-anak khatam qur'an,

namun diri ini malas mengulang hafalan...

(malu...hu... hu... hu...)



Ibu... oh ibu, ibu macam apakah diri hamba?

Jika cemberut melihat raport ananda,

Padahal sepanjang hari tiada di sisinya

(malu... hu.. hu.. hu...)



Ini motivasi dan sindiran buat pribadi

Silakan tersungging atau tersenyum geli

Paling utama adalah fokus memperbaiki diri :-)




:-) Alhamdulillah ibuku nan sholihat itu (baca di Catatan CintaNya di Krakow donk;-)) senantiasa berada di sisiku (Always love you, mom.... :-*), terutama kala masa genting episode-episode hidupku, ibuku selalu kurindu, inspirasi sepanjang hari, pelipur kalbu setiap waktu...

Barokalloh selalu, semoga tetap semangat dalam segala aktivitas kebaikan, aamiin... Salam Ukhuwah dari Krakow, teman-teman! ^^

Wassalamu'alaykum, :-)

^^ Sudah follow twitter @bidadari_azzam, kan? ;-))



5 comments:

enozahra said...

aq juga terkejut ketika mb ketika tahu bahwa hadits tentang surga di telapak kaki ibu itu adalah hadis lemah.
ya, ibu seperti apa dulu kan yang bisa mengantarkan anaknya ke surga? gak mungkin kan ibu2 yang gak pernah mendidik anaknya dengan baik sesuai dengan syariat agama bisa mengantarkan anak ke surga?
subhanallah, saya di tuntut untuk belajar mempersiapkan diri menjadi pendamping yang baik dan sholehah serta menjadi ibu yang hebat.
do'akan ya mb...

enozahra said...

aq juga pernah berantem hebat mb sama ibu gara - gara ibu maksa aq untuk jadi PNS. padahal aq gak minat jd abdi negara. sampe di cuekkin seminggu. dan ibu baru luluh dan negur aq lagi ketika efek dari didiemin seminggu sama ibu lari ke kesehatan aq, jadi aq di vonis dokter kena asmatik. gejala seperti sakit asma (susah dan sakit kalau mau ngambil nafas) tapi bukan di sebabkan karena ada penyempitan di paru2 atau apa. tapi karena psikis aq lagi sakit, padahal saat itu aku gak ngerasa lagi stress, cuma emang sedih banget di cuekkin sama ibu. alam bawah sadar aq yg ngerasain ternyata hehehe

bidadari_Azzam said...

Ciiin, Eno, jgn sediiih, *peluuuk ukhuwah* semua Ustadzku waktu kuliah dulu (kami cuma punya satu dosen wanita lho... (Ustadzah) sampai skrg nkali...),selalu berpesan, "Kamu sudah jadi ibu (karena aq kuliah bawa2 Baby Azzam...hehehehe), itu selangkah lebih maju dibandingkan teman-teman lainnya... tapi ingat, kalau gak tambah semangat menuntut ilmu, bisa menjadi kemunduran, lhoo.... Dan kalau jadi orang tua itu, mengerjakan segala sesuatunya, bukanlah 'demi anak', niat harus diperbaiki.... melainkan demi 'Allahu ta'ala...Sang Maha Pencipta', alias lillahi ta'ala, jangan sampai merasa pamrih dan menuntut hal duniawi ke anak-anak....dst",

Suamiku pun berpesan hal yang sama saat tapak-tapak RT kian berlari, kalau kita melakukan segala sesuatu 'demi manusia, termasuk demi anak-anak, demi si anu, si itu', biasanya hasilnya ada "sisa sebal, kesal, resah, dll, dsb...", karena seutas rasa "menuntut" hadir di hati. :-)
Tidak mudah memang 'lillahi ta'ala' alias tulus ikhlas itu yah, terutama kalau berbicara hak- hak dan segala kewajiban urusan duniawi, :-P

Btw, Salam sayang selalu :-* :-)

enozahra said...

ya mb...ibu q baru ikut tarbiyah 2 tahunan ini. dan baru belajar agama yng bener. jd masih sering kebawa sama pemikiran2 yang dulu hehehehe. belajar juga nih dr mb bisa survive tinggal di negeri orang sambil mengurus keluarga tercinta.
*peluk sayang juga buat mb*

Pak Onny said...

walau bagaimanapun kita wajib menghormati Ibu.
Karena dia lah yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkan kita ke dunia.
Tentunya dengan kuasa Illahi Rabbi.