Photobucket

Wednesday, January 12, 2011

Janji Tak Tertunai

pic suasana malam, Krakow, dari teras appartemenku...


Suatu hari suamiku pernah merasa tak enak badan, tak berselera makan, terasa ada sesuatu yang mengganjal hati padahal tak ada sebab apapun yang terjadi. Setelah kucoba bantu mengingat-ingat, ternyata dia belum melaksanakan janjinya untuk berpuasa dua hari (nazar) atas suatu tugas yang telah selesai dengan lancar. Alhamdulillah, terasa lega seusai berpuasa, ternyata 'janji hati' yang belum ditunaikan dapat menyebabkan gangguan pikiran dan berpengaruh pada kesehatan.


Menepati janji adalah akhlaq mulia yang diperintahkan dalam syari’ah Islam. Dalam firmanNya, “(Bukan demikian), sebenarnya barang siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa."(QS. Âli ‘Imrân : 76)

Ibuku mengisahkan salah seorang sahabatnya yang berusia jauh lebih tua dari ibu. Budhe Fulanah, dulunya dia pegawai bank yang sangat disegani masyarakat, penampilan necis, cantik, anggun dan bersuamikan seorang karyawan di perusahaan minyak ternama. Budhe Fulanah ini tak hanya sahabat ibu, ia masih saudara dekat ayah, yang sangat dihormati keluarga besar dan kerabat. Tadinya dia adalah orang yang sangat baik hati, gemar bersedekah dan selalu menolong sesama. Namun Saya jadi kurang menyukainya saat mengetahui bahwa ia pernah meminjamkan uang kepada ibuku, tapi dikenakan bunga alias riba 10%. Istilahnya 'tega makan saudara sendiri', padahal kalaupun tak ada bunga, pastilah dibayar lebih oleh ibu, sebagaimana kebiasaan membalas budi baik orang lain.

Tak disangka, dua puluh tahun-an lalu saat ia diwajibkan pensiun dini—akibat likuidasi bank tempatnya bekerja, ternyata awal merosotnya kesejahteraan rumah tangga sampai saat ini. Tadinya beliau berjanji ingin menyumbangkan dana untuk suatu yayasan panti asuhan dan memasukkan uang pensiunnya untuk tabungan haji. Namun kemudian dengan berbagai alasan, hal itu tidak ia tunaikan, apalagi saat suaminya merayu, “nanti aja tabungan hajinya, mi, pada saat papi pensiun kan bisa, sumbangan yayasan kan nanti-nanti juga bisa, sekarang anak-anak perlu uangnya buat jalan-jalan keluarga, kita juga bisa renovasi rumah...” Begitulah, lalu sekitar lima belas tahun lalu si papi juga mengajukan pensiun dipercepat—akibat termakan isu perusahaan saat orde baru hampir tumbang.

Namun kenyataannya si papi tak hanya berkhianat pada Sang Khaliq, janji untuk memasukkan uang ke rekening tabungan haji tetap tak ditunaikannya, bahkan ia juga malah terpergok oleh sang istri : secara nyata-nyata dia berselingkuh dengan janda di dekat rumah, dan ternyata telah berkali-kali berbuat zina, hancur... hancurlah hati Budhe Fulanah, hancurlah 'cita-cita keluarga' itu. Tiga anaknya pun mengalami kehancuran—dalam perkuliahan harus out, meniru prilaku sang papi, hingga berstatus mba (married by accident) saat menikah, Astagfirullah, na'udzubillahi mindzaliik...
:-)
Selanjutnya langsung baca di link-oase iman eramuslim ini yah say... ;-)

❤ Salam Ukhuwah dari Krakow!

1 comment:

Anonymous said...

subhanalloh!