Photobucket

Tuesday, March 29, 2011

Memahami Makna Kaya (bag.2)

pic : winter in Krakow

pic : the end of winter in Lausanne 2011


Bismillahirrohmaanirrohiim...
Lanjutan buat semuanya yang kaya raya.... (^-*) Walhamdulillah 'ala kulli hal :-)

Dalam ayat cinta-NYA menyebutkan, yang artinya “Wahai manusia! kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir [35] : 15)

Ingatanku melayang saat usia bocah, saat saya baru masuk sekolah SD. Sepulang sekolah masih pagi jam sepuluh, saya melihat seorang kakek sedang berjalan dalam satu arah denganku, beliau berpakaian lusuh, bertopi yang robek-robek di sana-sini seraya memikul plastik hitam (kantong kresek) yang dengan penampilan sedemikian, semua orang akan berpikiran sama : mungkin beliau adalah pemulung atau peminta-minta. Lalu kusapa dirinya, kuberikan koin uang jajanku yang jumlahnya tak seberapa, kakek itu hanya menunduk dan mengucapkan terima kasih. Ia terus saja berjalan sambil menunduk, sedangkan saya telah berbelok ke pekarangan rumah, disambut oleh ibu tercinta.

Ibuku sempat melihat kakek tersebut dari kejauhan, lalu ibu malah tertawa mendengar ceritaku yang telah memberikan koin sebagai uang infaq, “Kakek itu sedang bersandiwara... dia pasti mau mengunjungi panti asuhannya atau menyetor uangnya ke bank, dia selalu bawa kresek hitam, bukan pemulung, isinya tuh uang, sayang... dia tetangga kita beberapa blok dari sini, bapaknya mbak fulanah itu lho, yang pengusaha...”, ujar ibu, membuatku terbengong sesaat. Wow, pikiranku berkecamuk, hebat banget kakek itu, sempurna penyamarannya, tak goyah walaupun di depan sosok anak kecil sepertiku.

Di lain waktu ketika ibu melewati rumah si kakek, kakek itu mengembalikan koinku tersebut kepada ibu seraya saling sapa sebentar. Memang area dalam kompleks perumahan kami cukup terjaga keamanannya, dan sudah jadi rahasia umum, jika akan bepergian ke luar kompleks, harus meneliti penampilan, jangan sampai mencolok dan mengumbar harta benda agar tak menimbulkan niat jahat bagi mata-mata yang memandang, kota kami dulu digelari ‘kota preman’, mungkin sampai kini masih menyandang status mengerikan itu.

Dan banyak pula sosok-sosok lain teman-teman di luar negeri yang tetap menjaga kesederhanaan penampilan walaupun bukan dalam rangka sandiwara sebagaimana kakek tetangga kami tersebut, namun kesamaan sikap mereka sungguh membuat hati ikut luruh, sikap tawaduk justru membawa kemuliaan bagi seseorang, di mata Allah ta’ala, juga manusia seisi bumi. Bahkan para teman kita yang punya banyak investasi dunia tersebut, lebih memilih berjalan kaki atau naik sepeda dari pada sering-sering menghabiskan energi dengan mobil mewah, sebagaimana kebiasaan kaum borju.


Dan seperti biasa, serunya baca langsung di link Kisah-Eramuslim saja, yah sobats...

“Duhai Allah, Bimbinglah kami selalu, Letakkan dunia di tanganku, bukan di hatiku...” amiin Ya Robbi...

Salam Ukhuwah dari Krakow ^-^

1 comment:

Anonymous said...

Terima kasih sudah berbagi cerita, mbak...

[L.d]