'Kami anak Indonesia, duhai om-om pejabat terhormat... Tapi masa' iya sih pas baru lahir, kami udah punya tanggungan utang dengan IMF... Pajak hasil keringat ayah kami kemana aja, yah om-om dan tante-tante...? @-@'
Derasnya Hujan Fitnah Bagi Pertiwi... Sampai kapankah tersibak kebenaran sejati itu, ya Robbi?
“Apa kabar pula, ummi dan keluarga? Kalau saya dan keluarga di tanah air saat ini sehat, Alhamdulillah. Kakak saya pun mulai membuka kembali usaha kecil kerajinan tangan, lumayan buat beli beras sehari-hari bagi keluarga mereka, tetap dido’ain yah, mi..”, salah satu kutipan email dari saudariku ketika kami saling bertanya kabar, bunda Rina, di kota yang terendam lumpur.
Berita solusi si lautan lumpur itu malah tenggelam digerus pemberitaan lain dunia politik di negeri kaya tersebut. Beberapa tahun lalu tatkala awal kejadian tenggelamnya perkampungan sang kakak, bunda Rina telah berbagi cerita bahwa sejak saat itu kakaknya mengalami sedikit rasa stress, ketika harus mengungsi ke rumah bunda Rina, keluarga kehilangan rumah, pabrik kecil hasil jerih payahnya, serta merasa kehilangan ‘masa depan’ karena tiga anak mereka harus ‘cuti sekolah’. Masih untung sang kakak memiliki adik dan saudara lain yang mendukungnya untuk tetap bersandar pada rahmat Allah ta’ala, membantu untuk bisa bangkit meski terseok-seok dengan kesusahan di sana-sini.
Teman lainnya yang terkena musibah lumpur banyak yang tak hanya terkena penyakit lahiriyah, bahkan terserang gangguan jiwa yang sangat parah, derita mereka tak dapat dituliskan atau diungkapkan dengan kata-kata. Lantas, siapa yang tak sakit hati jika mendengar berita “para tokoh juragan” minyak (yang disebut-sebut sebagai pihak penanggung-jawab terjadinya lumpur) malah sibuk merancang proyek baru, hiburan ‘tanah-disney’ buat refreshing misalnya? Juga sibuk menaikkan ‘citra kebaikan’ dengan acara-acara awards yang tak secuil pun menghadirkan bahasan tentang sang lautan lumpur itu lagi?
Dimanakah rasa peduli yang dahulunya menjadi ciri khas tanah pertiwi?
Satu dua pasangan rumah tangga terendus para pemburu berita, ada yang salah memilih jalan nafkah demi tanggung jawab isi perut keluarga, penipuan pun dilakukan. Serta pasangan lain mengaku tak punya dana untuk mengobati anak yang sakit, bahkan untuk membayar penerbitan surat nikah dan akta kelahiran anak pun mereka tak berdaya. Jika mau jujur, ratusan kasus seperti itu sudah ada sejak dulu, hanya saja tak diangkat media sebab tak ada kepentingan untuk pihak yang lagi populer, budaya pelicinan ‘jalan’ dalam rumitnya birokrasi dan urusan pelayanan publik serta maraknya pemberitaan “berdasarkan pesanan” adalah penyimpangan lain bagi ciri khas generasi di negeri berbudi-pekerti.
Naudzubillahi min zaliik...
Silakan lanjutkan baca di link Oase Iman-Eramuslim ini yah, :-)
Mohon maaf lahir batin jika saya lama membalas email antum-antunna semua, Syukron jazzakumulloh khoiru jazza, semoga Allah ta'ala selalu membimbing kita dalam sikap istiqomah di jalanNYA. Tetap saling do'a yah... salam ukhuwah dari Krakow, (^-^), Insya Allah kita senantiasa dicurahi rahmatNYA, cinta dan kasih sayang semesta...amiin ya Allah...
2 comments:
mampir...
:-/ bacanya bikin perasaan campur aduk, subhanalloh...
Post a Comment