Assalamu'alaykum Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Ramadhan adalah bulan istimewa. Di negeri kita, perubahan besar segera terjadi dan kita rasakan di bulan Ramadhan ini. Tiba-tiba suasana menjadi lebih relijius. Tiba-tiba iklim agamis menyelimuti masyarakat kita. Bahkan sampai pada acara TV dan iklan. Bahkan sampai pada artis dan selebritis yang mendadak menutup kepala.
Di masyarakat, pengajian menjadi marak. Kebaikan menjadi mendominasi, dan kemaksiatan terusir pergi. Seakan-akan kondisi ini menggambarkan hadits Rasulullah SAW:
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan pun terbelenggu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, Iklim agamis ini, akankah kembali menjadi sekedar rutinitas saja : hanya berlaku satu bulan saat Ramadhan kemudian nantinya ia akan berganti, kembali seperti bulan-bulan sebelum Ramadhan tiba? Kita mungkin tidak bisa memaksa orang lain atau menuntut masyarakat kita secara makro untuk mempertahankannya. Namun, kita sebagai pribadi bisa memulainya dengan mengubah dan memperbaiki diri kita. Ibda' binafsik. Mulailah dari dirimu.
Iklim agamis pada bulan Ramadhan ini, sesungguhya adalah momentum yang tepat bagi kita untuk membuat hidup kita berubah, menuju Islam yang kaffah. Ramadhan menghadirkan suasana yang kondusif bagi kita untuk lebih dekat kepada Allah dan mengamalkan Islam lebih dalam, tinggal bagaimana hal itu kita optimalkan, kita jaga dan kita kembangkan di luar Ramadhan nanti. Ramadhan, adalah kesempatan emas bagi kita untuk berupaya menerapkan Islam kaffah, kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Islam kaffah, yang artinya adalah ber-Islam secara total, tidak setengah-setengah, merupakan perintah dari Allah SWT. Seorang Muslim diseru Allah untuk mengarah ke sana.
Allah SWT berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syetan. Sesunggungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah : 208)
Masuk Islam secara kaffah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah masuk Islam secara keseluruhan. Menyeluruh, bukan setengah-setengah.
Ibnu Abbas menuturkan bahwa asbabun nuzul QS. Al Baqarah ayat 208 ini terkait dengan Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, mantan Yahudi yang telah masuk Islam. Mereka telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan syariat Islam yang dibawa beliau, akan tetapi tetap mempertahankan keyakinan mereka kepada sebagian syariat Nabi Musa AS. Misalnya, mereka tetap menghormati dan mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Hal ini telah diingkari oleh shahabat-shahabat Rasulullah SAW lainnya. Abdulah bin Salam dan kawan-kawannya berkata kepada Nabi SAW, "Sesungguhnya Taurat adalah kitabullah. Maka biarkanlah kami mengamalkannya". Setelah itu, turunlah firman Allah tersebut.
Imam Qurthubi menjelaskan bahwa lafadz kaaffah adalah sebagai haal (penjelasan keadaan) dari lafadz "al-silmi" atau dari dlomir "mu'minin". Sedangkan pengertian kaaffah adalah jamii'an (menyeluruh) atau 'aamatan (umum). Bila kedudukan lafadz kaaffah sebagai haal dari lafadz "al-silmi" maka tafsir dari ayat tersebut adalah Allah SWT menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, tanpa memilih maupun memilah sebagian hukum Islam untuk tidak diamalkan.
Sedangkan Sayyid Quthb pada Fi Zhilalil Qur’an mengatakan, “Ketika menyeru orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam kedamaian (Islam) secara total, Allah SWT memperingatkan mereka dari mengikuti langkah-langkah syaithan.
Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah SWT atau jalan syaithan. Petunjuk Allah SWT atau kesesatan syaithan. Dengan ketegasan seperti ini seharusnya seorang muslim bisa mengetahui sikapnya, sehingga tidak terombang-ambing, tidak ragu-ragu, dan tidak bingung di antara berbagai jalan dan dua arah.
Sesungguhnya di sana tidak ada beraneka ragam manhaj yang harus dipilih salah satunya oleh seorang Mukmin, atau dicampur aduk salah satunya dengan yang lain. Tidak! Sesungguhnya orang yang tidak masuk ke dalam kedamaian (Islam) secara total, orang yang tidak menyerahkan dirinya secara murni kepada pimpinan Allah SWT dan syari’at-Nya, orang yang tidak melepaskan semua tashawwur (konsepsi), manhaj dan syari’at lain, sesungguhnya ia berada di jalan syaithan dan berjalan di atas langkah-langkah syaithan.
Di sana tidak ada solusi tengah, tidak ada manhaj gado-gado, tidak ada langkah setengah-setengah! Di sana hanya ada kebenaran dan kebathilan. Petunjuk dan kesesatan. Islam dan jahiliyah. Manhaj Allah atau kesesatan syaithan. Allah SWT menyeru orang-orang yang beriman pada bagian pertama untuk masuk ke dalam kedamaian (Islam) secara total; dan memperingatkan pada bagian kedua dari mengikuti langkah-langkah syaithan. Kemudian hati dan perasaan mereka tersadar dan rasa khawatir mereka tersentak dengan peringatan tentang permusuhan syaithan terhadap mereka tersebut. Permusuhan yang sangat jelas lagi gamblang, yang tidak akan pernah dilupakan kecuali oelh orang yang lengah, sedangkan kelengahan memang tidak pernah terjadi bersama keimanan."
Mengamalkan atau menerapkan Islam secara kaffah dengan demikian berarti berserah diri kepada Allah secara totalitas, beriman dan tunduk kepada aturan-Nya. Terhadap ajaran Islam yang hukumnya fardhu ‘ain, maka setiap muslim mengimani wajibnya dan berkewajiban untuk melaksanakannya.
Terhadap ajaran Islam yang hukumnya fardhu kifayah, maka setiap muslim berkewajiban untuk meyakininya sebagai kewajiban dan melaksanakannya jika status fardhu kifayah itu berkenaan dengan dirinya, atau, melaksanakannya sebagai bentuk “sukarela”-nya untuk memikul tanggung jawab wajib kifayah meskipun –sebenarnya– tidak berkenaan dengan dirinya. Misalnya, seseorang yang mempunyai takhashshush (spesialisasi) seorang dokter, maka ia berkewajiban secara ‘aini untuk menjalankan perannya sebagai dokter, meskipun mempelajari kedokteran sendiri hukumnya fardhu kifayah, namun bisa saja dengan “sukarela” ia menambahkan spesialisasinya dengan mempelajari ilmu fiqih, walaupun untuk ilmu fiqih sudah ada yang mengisinya.
Terhadap ajaran Islam yang hukumnya sunnah, setiap muslim meyakini hukum sunnah-nya, dan berkeinginan serta senang untuk melaksanakannya. Terhadap hal-hal yang hukumnya makruh, maka muslim meyakini ke-makruh-annya, hatinya tidak menyukai hal-hal yang makruh itu, berkeinginan serta merasa senang untuk meninggalkannya. Sedangkan terhadap hal-hal yang hukumnya haram, maka setiap muslim meyakini ke-haram-annya dan menghalangi dirinya agar tidak sampai melakukannya.Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah, Perintah masuk Islam secara kaffah ini dilanjutkan dengan larangan mengikuti langkah-langkah syetan. Di mana syetan itu menggelincirkan manusia dengan dua senjata : syubhat dan syahwat. Dua senjata itu pula yang jika mengenai manusia, maka ia meninggalkan sebagian ajaran Islam, tidak berislam secara kaffah.
Dari jalan syubhat, artinya timbul keraguan iman atau kerancuan pemikiran sehingga seorang Muslim bisa terjebak memandang sesuatu yang wajib sebagai sesuatu yang bukan wajib. Atau memandang sesuatu yang haram sebagai sesuatu yang boleh dilakukan. Misalnya kewajiban menutup aurat dengan berjilbab bagi Muslimah, betapa banyaknya orang-orang yang mengingkari atau meragukan kewajiban itu meskipun ia menyatakan diri sebagai Muslim.
Sedangkan dari jalan syahwat, artinya adalah dominasi nafsu sehingga manusia terperosok pada kemaksiatan, mendurhakai Allah SWT. Misalnya, seseorang mau melakukan shalat, tetapi ia enggan untuk berzakat karena nafsunya atas harta sangat mendominasi dan membuatnya bakhil.
Firman-Nya, إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينُ “sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” menunjukkan bahwa syetan sebagai musuh yang nyata tidak akan mengajak kecuali kepada kejahatan dan kekejian serta segala yang mengandung bahaya bagi Muslim.
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, Islam ini sebuah paket dari Allah SWT yang harus diambil secara keseluruhan. Al-Qur'an telah sampai kepada kita dengan sempurna. Maka ia bukan pilihan bagian mana yang kita senangi dan bagian mana yang boleh kita tawar.
Memang di zaman Rasulullah SAW, Al-Qur'an diturunkan secara gradual, sekian ayat lalu sekian ayat. Begitu ayat tertentu turun, ia berlaku. Demikian seterusnya hingga ia sempurna 114 surat. Di zaman kita, seluruh ayat itu telah diturunkan, maka tak ada lagi tawar menawar atau kita beralasan masih berada pada fase tertentu sehingga kewajiban atau larangan tertentu belum berlaku.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا …Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu… (QS. Al-Maidah : 3)
Membeda-bedakan ajar Islam yang sama-sama berhukum wajib, atau memilah-milah perintah untuk dilaksanakan dan dilanggar sebagian adalah karakter orang-orang kafir. Syetan sebagai musuh yang nyata amat suka jika seorang Muslim terkontaminasi karakter itu, jauh dari Islam kaffah.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir) (QS. An-Nisa' : 150)
Maka marilah kita berupaya menjadi Muslim kaffah, menjadi pribadi Muslim yang menerapkan Islam secara kaffah. Ramadhan, sekali lagi, adalah momentum tepat bagi kita untuk memperbaiki pemahaman kita dan melengkapi amal kita sehingga semua ajaran Islam bisa kita tunaikan.
Setelah pribadi kita beres, secara bersama-sama memperbaiki keluarga kita sehingga menjadi keluarga-keluarga muslim yang berupaya menerapkan Islam secara kaffah. Dari keluarga-keluarga muslim, terbentuklah masyarakat islami. Dengan itu, lebih mudah bagi kita untuk menggapai cita-cita bersama, negeri kita menjadi seperti yang digambarkan Allah dalam QS.Saba' ayat 15: بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ "negeri yang baik dan dalam ampunan Allah."
Wallaahu a’lam bish shawab
(Source : Kajian di milist Islami)
Salam Ukhuwah dari Krakow! Barokallohufiikum... :-)
:-) twitter bareng di @bidadari_azzam
1 comment:
subhanalloh..
terimakasih atas artikelnya ;)
sangat menginspirasi..
Post a Comment