Barokallohu fiikum, Salam Ukhuwah ... ^-^ ❤ Yoook, keep silaturrahim via twitter : @bidadari_azzam
Wassalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. :-)
..::"Write in every mood because I love everymoment"::..
Bagi para tentara negara, Kita mengatakan secara prinsipnya dari segi niatnya, Allah lebih mengetahui.
Sekiranya mereka gugur, kita mendoakan supaya mereka tergolong di kalangan orang-orang yang syahid di Hari Akhirat kelak. Tetapi apa yang pasti dari segi zahirnya mereka yang telah mati syahid dari segi hukum dunia. Dari segi hukum dunia, orang yang mati syahid di medan perang ada hukum hakamnya yaitu pakaian mereka tidak perlu ditanggalkan, mereka tidak perlu dimandikan, maka tentu saja mereka tidak perlu dikafankan, bahkan tidak wajib untuk dishalatkan, karena mereka ini masuk dalam kategori orang yang mati syahid. Syahid : gugur di medan juang karena memanggul senjata, membela agama Allah SWT.
Mereka juga sepatutnya dikuburkan di tempat mereka gugur (di medan perang), bukan dibawa ke kampung halaman mereka. Ini termasuk sunnah yang disyariatkan dan dituntut bagi orang yang mati syahid di dalam peperangan.
Seperti di dalam hadis Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, "Maka tidak ada penghalang bagi orang yang mati syahid untuk langsung masuk ke syurga."
Maka kita mendoakan kepada Allah supaya mereka tentara Islam yang berperang tergolong di dalam golongan syahid yang akan masuk ke Syurga.
Oleh itu tidak diwajibkan untuk kita shalat buat mereka, karena tujuan shalat jenazah adalah untuk meminta supaya dia tergolong di dalam golongan ahli Syurga, supaya Allah memudahkan urusannya di Hari Akhirat. Tetapi jelas bahwa orang yang mati syahid sudah menjangkauinya dan dari sudut Syarak dia sudah tidak perlu disholatkan lagi.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi sallallahu 'alaihi wasallam terhadap para Sahabat yang gugur syahid dalam Perang Uhud di mana Jabir r.a. mengatakan bahwa “Rasulullah sallalahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar mereka dikuburkan bersama darah mereka tanpa dimandikan atau disholatkan” (Riwayat Bukhari).
Ini karena sebagaimana dalam hadits lain, di Akhirat kelak golongan syuhada ini akan dibangkitkan dengan bekas-bekas luka mereka di mana darah mereka terus mengalir berwarna merah tetapi baunya haruman kasturi.
Tetapi ini tidak menafikan bahwa dibolehkan juga untuk shalat jenazah buat mereka (keluarga dan masyarakat di kampung halaman ingin menyolatkannya, tak apa...), cuma hukumnya tidak wajib. Hanya sekadar dibolehkan karena Rasulullahsallallahu ‘alaihi wasallam juga telah shalat jenazah untuk sebagian kecil para sahabat yang mati syahid seperti yang kita lihat di dalam peristiwa peperangan Uhud di mana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam telah shalat saat meninggalnya bapak saudaranya, Hamzah. Tetapi Baginda SAW tidak shalat jenazah buat sahabat-sahabatnya yang lain yang (insya Allah) mati syahid.
Larangan meletakkan gelaran ‘Asy-Syahid’
Perlu juga diingatkan bahwa adalah menjadi prinsip Ahli Sunnah wal Jama’ah supaya tidak meletakkan gelaran ‘Asy-Syahid’ Fulan bin Fulan. Perlu kita bedakan antara kita mendoakan mereka mati syahid dan kita menguruskan jenazah mereka sebagai orang yang mati syahid, dengan kita meletakkan gelaran Asy-Syahid di depan nama mereka.
Perbuatan pertama yaitu mendoakan dan menguruskan jenazah mereka sebagai orang yang mati syahid; ini adalah di atas dasar kita menghukum mereka secara zahir, dan kita meminta izin Allah SWT supaya mereka benar-benar tergolong di kalangan orang yang mati syahid.
Adapun perbuatan kita meletakkan gelaran Asy-Syahid di depan nama mereka, ini adalah satu perbuatan yang berbeda. Seolah-olah kita telah mendahului hukum dan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seolah-olah kita yang menentukan 'hebatnya amalan' bagi mereka masuk Syurga.
Walaupun kita melihat bahwa masalah ini mungkin sedikit sensitif, tetapi hal ini perlu juga dijelaskan. Kita memohon supaya Allah menggolongkan mereka sebagai golongan Syahid, tetapi dalam masa yang sama tidak membolehkan kita meletakkan gelaran itu karena perbuatan ini hanya dibolehkan jika kita mengetahuinya secara pasti, dan hal ini hanya dapat diketahui dengan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan seperti yang kita ketahui, kita sudah tidak ada wahyu setelah kewafatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.
Hanya mereka yang disebutkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bahwa mereka tergolong dalam ahli Syurga karena gugur di medan perang yang boleh kita kategorikan sebagai Asy-Syahid seperti nama Saidina Hamzah dan sahabat-sahabat yang lain. Bagi mereka, boleh kita katakan misalnya Asy-Syahid Hamzah bin Abdul Muthalib.
Adapun pada zaman sekarang, kita tidak boleh menyatakan secara pasti, karena perbuatan itu jelas seolah-olah kita mendahului takdir dan hukum Allah dengan kita pula yang menetapkan bahwa dia mati syahid yang membawa maksud secara pasti bahwa dia akan masuk Syurga.
Penetapan Syurga dan Neraka hanya milik Allah ta'ala, hanya boleh ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi kita, kita hanya memohon kepada Allah ta'ala supaya mereka tergolong di dalam golongan yang mati syahid, insyaAllah.
Adapun jenazah-jenazah orang-orang Bughat (pemberontak) atau Pihak musuh ini, perlu juga kita bersikap adil dan jangan kita melampaui batas. Syariat sentiasa menuntut kita sebagai orang Islam supaya berlaku adil dan bertindak di atas garis panduan Syarak.
Maka apa yang pasti, sekiranya mereka adalah orang Islam, perbuatan mereka melakukan pemberontakan, mengangkat senjata kepada saudara sesama Islam mereka, tidak menjadikan mereka kafir. Perbuatan mereka salah, tetapi tidak sampai mereka jatuh hukum kafir.
Oleh karena itu, mayat-mayat mereka hendaklah diuruskan seperti jenazah-jenazah orang Islam yang lain; yang ada kehormatan dan ada hukum hakam yang perlu dijalankan dan perlu dijaga. Kita perlu berlaku adil. Kita tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, tetapi hal ini tidak menafikan ke-Islaman mereka bahwa mereka tetap saudara se-Islam kita yang perlu dijaga, yang wajib dimandikan, dikafankan, disholatkan dan dikuburkan dengan ahsan.
-----*Beberapa pertanyaan tentang urusan jenazah :
- Bolehkah mencukur bulunya (kumis, bulu ketiak misalnya) & memotong kuku jenazah? (Jawab : Boleh, jika terlihat sangat panjang, kotor, sebaiknya kuku dipotong dan dipendekkan kumisnya.)
- Tanya :
Syaikh Muhamad bin Ibrahim bin Abdullatif dan Syaikh Abdul Aziz Al-Anqari ditanya tentang wanita haidh dan wanita nifas jika meninggal, bolehkah jenazahnya dishalatkan di masjid?
Jawab :
Ya, boleh menshalatkan jenazah itu di dalam masjid jika dapat dipastikan bahwa masjid akan terhindar dari noda yang mungkin keluar dari mayat wanita tersebut. Karena hukum-hukum haidh dan nifas tidak berlaku lagi karena kematian itu.
- Tanya : Bagaimana dengan wanita yang haidh, bolehkah memandikan jenazah? (Jawab : Boleh)
- Bolehkah jenazah hanya dilapisi satu lembar kain saat dikafankan, misalnya karena sangat miskin dan tidak ada ahli waris yang menanggung urusannya? (Jawab : Boleh saja, namun kalau dia tidak mampu, bisa mengambil dana baitul mal/ infaq dan sodaqoh dari muslimin lainnya untuk dipergunakan dalam urusan jenazahnya.)
- Siapa yang paling berhak memandikan jenazah seorang lelaki yang telah berkeluarga? (Jawab: istrinya selaku mahram, anak-anaknya, orang tua, saudara-saudara kandungnya... Jika ada 'petugas/sukarelawan tukang memandikan khusus' yang diundang, hendaknya petugas menyampaikan izin yang santun kepada pihak ahli waris tersebut untuk ikut membantu proses menguruskan penyelenggaraan jenazah.)
Yaa Allah biha Yaa Allah Bi khusnil khotimah, aamiin...
Wallahu a’lam.
Semoga kita petik hikmahnya bersama-sama, Barokallohu fiikum! Salam Ukhuwah yah!
wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuh...
T : @bidadari_azzam
Note : *Disampaikan di beberapa majelis taklim/sharing tausiyah sisters muslimah di Palembang, Krakow, dan Kuala Lumpur.
Intinya, hindari stress, yah say! :-)
Bagi orang pesimis, Ciri lain yang melekat adalah sedikit-sedikit kecewa, sedikit-sedikit merasa langkahnya salah, lebih banyak keluhan dan mudah menyerah. Bagi orang optimis, ciri lain yang melekat adalah ketika ada kecewa atau tertusuk duri dalam melangkah, ia akan bersegera memperbaiki diri, mengobati luka dengan tetap ceria dan bersemangat dalam perjuangannya.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
بِسْÙ…ِ ٱللَّÙ‡ِ ٱلرَّØْÙ…َÙ€ٰÙ†ِ ٱلرَّØِيم
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah hingga ke hari kiamat.
Sahabat dimanapun berada yang dirahmati Allah,
Amal Jariyah adalah sebutan bagi amalan yang terus mengalir pahalanya, walau pun orang yang melakukan amalan tersebut sudah meninggal dunia. Amalan tersebut menghasilkan pahala yang terus mengalir kepadanya.
Hadits tentang amal jariyah yang popular dari Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakannya." (Hadits Riwayat Muslim)
Selain dari ketiga jenis perbuatan di atas, ada lagi beberapa macam perbuatan yang tergolong dalam amal jariyah. (Diterangkan oleh Ust. Abu Basyer-Selangor)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda maksudnya, "Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya meninggal dunia ialah ilmu yang disebarluaskannya, anak sholeh yang ditinggalkannya, mushaf (kitab-kitab keagamaan) yang diwariskannya, masjid yang dibina, rumah yang dibina untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan, sungai (sumur-sumur) yang dialirkannya untuk kepentingan orang banyak, dan harta yang disedekahkannya." (HR. Ibnu Majah)
Di dalam hadits ini disebut tujuh macam amal yang tergolong amal jariyah sebagai berikut :
1. Ilmu yang diamalkan/sebarluaskan :
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik melalui pendidikan formal dan pendidikan tidak formal seperti perbincangan ilmiah, tazkirah di masjid-masjid, ceramah umum, kursus motivasi, program dakwah dan tarbiyah dan sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah menulis buku-buku yang berguna untuk dipahami masyarakat luas, menulis kalimat-kalimat indah berdasarkan aturan-Nya di berbagai media dan menyebarkan bahan-bahan pendidikan Islam melalui artikel-artikel tazkira di blog dan akun sosial lainnya.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diaplikasikan, ditransfer kepada orang lain, dengan maksud menambah kualitas kebaikan bagi orang lain pula.
2. Anak sholeh yang ditinggalkan :
Mendidik anak menjadi anak yang sholeh. Anak yang sholeh akan selalu berbuat kebaikan di dunia, insya Allah. Menurut keterangan hadis ini, kebaikan yang diperbuat oleh anak soleh pahalanya sampai kepada orang tua yang mendidiknya yang telah meninggal dunia tanpa mengurangkan nilai atau pahala yang diterima oleh anak-anak tadi. Doa anak yang sholeh kepada orang tuanya mustajab di sisi Allah SWT.
3. Mushaf (kitab-kitab agama) yang diwariskannya :
Mewariskan kitab suci al-Quran, kitab tafsir al-Quran, mushaf (buku agama) kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya. Demikian pula untuk anggota keluarga dirumah, untuk sekolah-sekolah agama dan ma'had tahfiz dan untuk perpustakaan awam. Selagi kitab-kitab tersebut digunakan sebagai bahan bacaan dan rujukan maka orang yang mewakafkan akan mendapat pahala kebaikan yang terus-menerus.
4. Masjid yang dibina :
Membangun masjid. Perkara ini selaras dengan sabda Nabi SAW yang bermaksud, "Barangsiapa yang membangunkan sebuah masjid karena Allah ta'ala walau sekecil apa pun, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di syurga" (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang membina masjid tersebut akan menerima pahala seperti pahala orang yang mengerjakan amal ibadah di masjid tersebut. Termasuk juga mewakafkan tanah untuk pembinaan masjid. Barokalloh!
5. Rumah yang dibina untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan :
Membangun rumah musafir atau pondok bagi orang-orang yang bermusafir untuk kebaikan adalah suatu amalan sangat dianjurkan. Setiap orang yang memanfaatkannya, baik untuk berehat sebentar maupun untuk bermalam dan kegunaan lain yang bukan untuk maksiat, akan mengalirkan pahala kepada orang yang membangunnya. Termasuk juga kita membina pondok perhentian bus ditepi-tepi jalan yang tidak di bangun oleh pemerintah, mengajarkan aktivitas kebaikan bagi orang-orang yang dalam perjalanan (di banyak negeri, orang-orang di perhentian bus sering memperoleh ujian berat berupa godaan kehidupan remang-remang).
6. Sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang ramai,
Mengalirkan air secara baik dan bersih ke tempat-tempat orang yang memerlukannya atau menggali sumur di tempat yang sering dilalui atau didiami orang banyak. Setelah orang yang mengalirkan air itu meninggal dunia dan air itu tetap mengalir serta terpelihara dari kecemaran dan dimanfaatkan orang yang hidup maka ia mendapat pahala yang terus mengalir pula.
Semakin banyak orang yang memanfaatkannya, semakin banyak ia menerima pahala di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membina sebuah telaga lalu diminum oleh jin atau burung yang kehausan, maka Allah ta'ala akan memberinya pahala kelak di hari kiamat." (Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah)
7. Harta yang disedekahkannya :
Menyedekahkan harta. Sedekah yang diberikan secara ikhlas akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Selain daripada harta yang diberikan sebagai sedekah, termasuk juga mewakafkan tanah untuk pembangunan pendidikan Islam, rumah anak yatim, maahad tahfiz, tanah perkuburan dan rumah bagi orang-orang tua. Selagi tanah tersebut digunakan untuk kebaikan maka pahalanya akan berterusan kepada pemberi tanah wakaf tersebut.
Nabi SAW bersabda maksudnya : “Sesungguhnya sedekah itu benar-benar dapat memadamkan panas kubur bagi pelakunya, sesungguhnya orang mukmin kelak di hari kiamat hanyalah bernaung dalam naungan sedekahnya." (Hadits Riwayat Al-Tabrani)
Sedekah dapat di jadikan sebagai pemberi syafaat bagi pelakunya. Di dalam kubur ia mendapatkan kesejukan berkat sedekahnya dan terhindar dari panasnya kubur. Demikian pula di hari kiamat, ia akan mendapatkan naungan dari amal sedekahnya, padahal ketika itu kebanyakan manusia berada di dalam kepanasan yang tiada taranya. Dalam hadits lain di sebutkan bahwa sedekah itu dapat menolak kemurkaan Allah.
Sahabat-sahabat yang dimuliakan Allah,
Apa yang disombongkan adalah sikap bakhil, kecintaan yang berlebihan terhadap nikmat dunia dan kurang peka terhadap golongan yang memerlukan bantuan bukanlah sikap seorang mukmin.
Tinjaulah bagaimana mereka yang berada dalam kelompok mukmin yang bergelar hartawan seperti Uthman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf memamerkan nilai diri yang melandasi tuntutan agama nan mulia. Mereka langsung tidak sayang-sayang dan bersikap pelit dengan harta yang mereka miliki, sebaliknya merekalah yang muncul sebagai penyumbang utama kepada usaha meningkatkan syiar agama termasuk dalam aspek menyalurkan aneka bantuan kepada masyarakat. Mereka adalah teladan ummat.
Sejarah dengan jelas merekam dalam tinta emas kedudukan mereka itu yang begitu luhur dalam kerja-kerja membantu kemajuan ummat. Inilah sebenarnya yang Islam kehendaki, yaitu yang kaya membantu mereka yang berada dalam kesempitan. Barulah bermakna dan bermanfaat segala harta dunia yang dimiliki.
Amanat Allah SWT berikut ini wajib kita ingat selalu, firman-Nya yang bermakna : "Dan tuntutlah dengan harta kekayaan yang telah dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bagianmu (keperluan dan bekalanmu) dari dunia dan berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (dengan pemberian rahmat-Nya yang melimpah-limpah) dan janganlah engkau melakukan kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berbuat kerusakan.” (Quran Surah al-Qasas ayat 77)
Justru, usaha-usaha di dunia ini adalah berkeinginan untuk meningkatkan kualitas perbekalan di akhirat, investasi harta benda adalah untuk kampung akhirat.
Allah SWT berfirman yang bermakna, “Orang yang membelanjakan (mendermakan) hartanya pada waktu malam dan siang, dengan cara sulit atau berterang-terangan, maka mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka dan tiada kebimbangan (daripada berlakunya kejadian yang tidak baik) kepada mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita.” (Quran Surah al-Baqarah ayat 274)
Sahabat-sahabat yang dicintai Allah ta'ala,
Rasulullah SAW sepanjang hayat baginda sangat memandang tinggi sikap dermawan yang tidak bakhil dengan menyumbangkan hartanya di jalan kebaikan. Dengan kenyataan yang juga berbentuk satu motivasi buat umatnya, baginda berpesan kepada kita: “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, dan tangan yang di atas suka memberi dan tangan yang di bawah suka meminta.” (Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
Teruskan beramal jariyah karena inilah jenis amalan yang umpama air sungai---mengalir kepada mukmin yang melakukannya ketika mereka masih hidup di dunia ataupun ketika telah meninggal kelak.
Ust. Baharuddin Ayudin dalam kelas hadits pagi ini menyampaikan pesan bahwa suatu amalan yang tak pernah sia-sia adalah "yang dilakukan dengan ikhlas lillahi ta'ala" (tanpa dibumbui tujuan lain / syirik selain karena Allah semata) dan amalan yang dicontohkan oleh baginda rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya apa yang kita kerjakan, meskipun sedikit, harus sesuai tuntunan syari'at, supaya manfaat sampai akhirat. Kita berpegang teguh kepada dua pedoman utama yaitu al-Quran (Kalamullah) dan al-Hadits (sunnah rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam).